Pidato tentang penerapan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024

NanjombangNews – Pidato tentang penerapan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024

Liputan6.com, Jakarta – Ada pembicaraan tentang sistem pemilu proporsional tertutup atau sistem pemungutan suara partai. Hal itu jauh dari pernyataan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hashim Asiri yang menyebut ada peluang penggunaan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024, usai mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). .

Hashem mengatakan, Mahkamah Konstitusi dapat memutus Pemilu 2024 dengan sistem proporsional tertutup. Karena pada Pemilu 2009 diterapkan sistem proporsional terbuka karena keputusan lembaga.

Pernyataan ini kemudian memicu kecaman dan penolakan dari berbagai pihak, termasuk partai politik itu sendiri.

Ketua DPP NasDem Willy Aditya menilai retorika penggunaan sistem proporsional tertutup atau pemungutan suara hanya untuk partai pada Pemilu 2024 merupakan sebuah kemunduran.

Menurutnya, jika sistem pemilu proporsional tertutup diterapkan, pemilih harus membeli kucing dalam karung. Tidak diketahui anggota Dewan Legislatif mana yang akan mewakilinya di Parlemen.

“Demokratisasi jangan sampai menghambat mereka yang sudah maju, tapi hanya memperbaiki dan menata kembali yang kurang. Apa yang terjadi dengan sistem pemilu jika benar kembali ke sistem proporsional tertutup, pasti akan terjadi kemunduran besar-besaran. The /2022), itu untuk menutup kesempatan orang untuk mengenal calon, orang juga dipaksa untuk memilih kucing dalam karung.

Sistem relatif terbuka yang diterapkan saat ini sebenarnya kebalikan dari sistem relatif tertutup yang digunakan sebelumnya. Pemungutan suara langsung bagi caleg merupakan jawaban atas persoalan kesenjangan representasi.

“Sistem proporsional terbuka dipilih untuk menjawab persoalan kesenjangan representasi. Ada kelemahan di depan dan saluran aspirasi rakyat dan wakil rakyatnya. Kembali ke proporsionalitas tertutup, berarti demokrasi kita runtuh,” ujarnya. dikatakan. Willie.

Sistem proporsional terbuka membuka pintu bagi siapapun dengan latar belakang pemilu yang berbeda untuk berpartisipasi dalam pemilu. Padahal sistem tertutup justru akan melanggengkan oligarki partai politik. Sebab, selama anggota legislatif dekat dengan partai yang berkuasa, kinerjanya tidak menjadi masalah.

“Proportionalitas terbuka memungkinkan seseorang dengan latar belakang sosial yang berbeda untuk berpartisipasi dalam politik elektoral. Dengan sistem seperti ini, warga juga dapat berpartisipasi dalam proses politik di dalam partai,” kata Willey.

Kerugian pelaksanaan pemilihan suara partisan

Sementara itu, Wakil Ketua Fraksi PPK Yanuar Prihatyn, Wakil Ketua Komite Kedua DRC, menilai gugatan terhadap sistem pemilu proporsional terbuka akan berdampak signifikan. Jika sistem pemilihan berubah menjadi tertutup atau partisan, tidak hanya akan mengubah masalah teknis, tetapi juga mempengaruhi cara kerja internal partai politik dan metode kampanye.

Dari segi teknis akan memudahkan KPU dalam mempersiapkan pemilu. Terutama masalah logistik pemilu. Namun, harga yang harus dibayar sangat tinggi, terutama berdampak pada partai politik.

Komposisi pencalonan partai politik akan berubah, begitu juga dengan kematangan dan persaingan antar kandidat. Perilaku politisi menjadi lebih elitis, dan hubungan antara kandidat dan pemilih menjadi rusak.

“Susunan internal pencalonan di masing-masing parpol akan berubah, proses pematangan, pematangan dan persaingan caleg akan terhenti, perilaku politik para politisi akan berubah menjadi lebih elitis, dan hubungan antara caleg dengan pemilih. akan runtuh,” kata Yanwar. Dalam keterangan kepada wartawan, Jumat (30/12/2022).

Hubungan antara legislator terpilih dengan warga di daerah pemilihannya akan terganggu oleh sistem pemilu yang dilaksanakan secara langsung melalui pemungutan suara partai.

Yanwar juga menyoroti posisi Mahkamah Konstitusi ketika akhirnya memutuskan mengabulkan permohonan penerapan sistem proporsional tertutup. Pasalnya, pada 2009 lalu, Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk menggunakan sistem proporsional terbuka.

“Kalau nanti pengadilan yang memutuskan kasusnya Peninjauan yudisial Dalam orientasi relatif tertutup, ini akan menjadi aneh. Anggota Knesset berarti standar ganda dalam menafsirkan konstitusi sehubungan dengan sistem pemilu.”

Apalagi, perubahan sistem pemilu seharusnya menjadi hak prerogatif pembuat undang-undang, yakni DPR dan pemerintah. Jika MK terlibat, maka harus menggunakan pendekatan yang mendasar.

Jika alasannya pragmatisme, biaya tinggi, persaingan tidak sehat antar caleg, loyalitas partai rendah, maka ini bukan masalah konstitusional. Ini ranah legislator.

“Kalau MK lebih banyak terlibat dalam persoalan ini, berarti MK tidak lagi menggunakan pendekatan konstituen, tetapi justru terjebak pada pendekatan aktual lapangan yang seharusnya menjadi hak prerogatif pemerintah dan DPR sebagai legislator. ,” kata Yanwar.

Check Also

FIFA mengumumkan nominasi FIFA Best Football Awards 2022 |  Republica Online

FIFA mengumumkan nominasi FIFA Best Football Awards 2022 | Republica Online

NanjombangNews – FIFA mengumumkan nominasi FIFA Best Football Awards 2022 | Republica Online Piala Asia …