NanjombangNews – Ekonom yang Perkirakan Penciptaan Lapangan Kerja Birbo, sebut Menko Airlangga sesuai putusan Mahkamah Konstitusi
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto. Foto: st
telusur.co.id – Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang (Birpo) No. 2 tentang Cipta Kerja tanggal 30 Desember 2022 atau Birpo Sipta Kyrga. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, penerbitan itu dilakukan sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinilai inkonstitusional bersyarat.
“Ada kebutuhan mendesak untuk mengantisipasi kondisi global terkait krisis ekonomi dan resesi global, serta perlunya peningkatan inflasi dan risiko stagflasi,” ujar Airlangga.
Ketua Golkar juga mengatakan, putusan MK berdampak terhadap aktivitas dunia usaha di dalam dan luar negeri. Perpu diharapkan mampu memberikan kepastian hukum, mampu menutup celah-celah aturan hukum, dan melaksanakan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi.
Direktur Program Institute of Economic Development and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti mengatakan, Program Cipta Kerja Birbu diharapkan dapat memberikan kepastian hukum kepada para pengusaha dan investor yang ingin berinvestasi di Indonesia.
“Investor butuh kepastian hukum di tahun politik, jangan ganti pemimpin ganti sistem,” kata Esther Sri Astuti, Jumat (30/12/2022).
Jelas bahwa UU Cipta Kerja telah membantu perekonomian nasional di tengah ancaman krisis dan ketidakpastian global. “Faktanya UU Cipta Kerja banyak yang membatalkan pasal-pasalnya,” kata Dosen FEB Universitas Diponegoro itu.
Menurutnya, dampak nyata dari UU Cipta Kerja adalah peningkatan signifikan realisasi investasi pasca pengesahan UU Cipta Kerja. Ada sekitar 80 undang-undang dan lebih dari 1.200 pasal yang dapat ditinjau sekaligus dengan hanya satu undang-undang penciptaan lapangan kerja yang mengatur beberapa sektor.
“Terjadi peningkatan realisasi investasi di Indonesia pasca pengesahan UU CK, baik PMA maupun PMDN. Pemerintah menargetkan total investasi masuk pada tahun 2022 sebesar Rp1.200 triliun, dan diharapkan terus meningkat menjadi Rp1.600 triliun pada tahun 2024. Artinya UU CK memberikan kemudahan persyaratan dan izin investasi, dan dampaknya semakin terasa.”
Esther menjelaskan, UU Ciptaker dan regulasi turunannya dapat menarik investasi untuk pengembangan hilirisasi daerah guna menciptakan nilai tambah. Namun Esther menekankan pentingnya komunikasi dengan daerah, serta mengawal dan mengevaluasi pelaksanaan UU SIPTAKER. Selain itu, sinkronisasi aturan juga tidak kalah pentingnya agar tidak terjadi tumpang tindih lagi.
“Tanpa pengawasan, evaluasi pelaksanaan UU Cipta Kerja di daerah tidak akan optimal,” ujarnya.
Anang Zubaidi, pakar hukum dari Universitas Islam Indonesia, menilai pemerintah tidak pantas mengambil keputusan mengesahkan UU Cipta Kerja Birbu. Padahal, Mahkamah Konstitusi sebelumnya menyatakan UU Cipta Kerja adalah conditional inconstitutionality.
“Penerbitan birbo ini menurut saya tidak ada kaitannya dengan penyelesaian masalah hukum yang telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.
Anang Zubedi mengatakan, pihak Birbo belum menyelesaikan persoalan formil dalam UU Cipta Kerja yang diputuskan MK. UU Cipta Kerja bermasalah dari perspektif formasi.
Ditambahkannya, “Keputusan MK kemarin dinyatakan inkonstitusional bersyarat dari segi resmi, dari segi pembentukan. Dari segi pembentukan menurut saya tidak bisa diselesaikan dengan Bierbo.”
Anang mengatakan, penerbitan Birbo merupakan kewenangan pemerintah, dan hakekatnya merupakan tindakan pribadi. Pemerintah dalam hal ini adalah presiden. Perpu dikeluarkan ketika situasi darurat dinilai.
“Pertanyaannya, apa urgensinya dari segi apa? Dari aspek substantif. MK tidak pernah memeriksa aspek substantif, dan hanya memeriksa aspek formil dan prosedural. Menurut MK, ini bermasalah, sehingga perlu diperbaiki.”
Oleh karena itu, perbaikan yang harus dilakukan pemerintah adalah meninjau kembali UU Cipta Kerja dengan DPR berdasarkan pengamatan atas perbaikan yang dilakukan oleh anggota Knesset.
Ia menjelaskan, “Kalau hal ini hendak diperbaiki, jangka waktu dua tahun yang ditetapkan oleh MK adalah pemerintah bersama DPR membahas kembali aspek-aspek yang dicatat oleh MK.”
Menurut Anang, keluarnya Perppu tidak menyelesaikan masalah hukum. Sebab, UU Cipta Kerja bermasalah bukan pada substansinya, melainkan pada aspek formalnya. Dia menyimpulkan dengan mengatakan, “Ya, itu tidak menyelesaikan masalah. Karena masalahnya bukan substansi.” (rls/btp).