NanjombangNews – Mencermati hubungan ‘normal baru’ antara Ganjar Pranowo dan PDIP
oleh: Jannus TH SiahaanDoktor Sosiologi
Jakarta, KABNews.id – Lebih dari sebulan yang lalu, hubungan PDIP dan Ganjar Pranowo yang tampaknya berkonflik tampaknya mulai mendingin. Ruang publik nasional tak lagi dihiasi dengan narasi konfrontasi antara penguasa Jawa Tengah dengan banyak petinggi Partai Banteng berhidung putih yang menaunginya.
Namun di sisi lain, akun atau berita tentang instruktur politik lain atau koalisi politik di luar PDI-P yang tertarik dengan pencalonan Ganjar Pranowo tidak banyak muncul di ruang publik nasional. Lantas apakah ini pertanda kesepakatan politik atau di balik layar tentang siapa yang akan menjadi calon resmi presiden dari partai lambang banteng itu?
Apakah PDIP perlahan mulai mengakomodir aspirasi Fraksi Ganjar Pranowo? Atau sudahkah Ganjar Pranowo mendapat sinyal positif dari Megawati Soekarnoputri bahwa Ganjar kini tinggal mengikuti aturan main politik internal PDIP, tanpa harus mengerahkan relawannya untuk bersuara di ruang publik nasional yang seringkali konfrontatif dengan rakyat. PDIP.
Di sisi lain, seperti diketahui, PDIP secara umum belum memberi sinyal jelas calon presiden mana yang akan dicalonkan partai berlogo kepala banteng itu. Namun, kesan kuatnya dukungan Puan Maharani mulai memudar. Satu persatu kelompok yang terkesan terlalu pro-Puan beberapa bulan lalu mulai merendahkan suara politiknya, bahkan ada yang mulai memilih untuk tidak bersuara lagi.
Dewan Kolonel yang dulunya dianggap sebagai barisan pendukung keras Puan Maharani di tubuh DPP-P itu tampaknya sudah kehilangan legitimasinya, bahkan sudah tidak ada lagi. Para petinggi partai yang selama ini berbicara negatif soal Ganjar Pranowo tak terdengar lagi kabarnya. Maka berkurangnya aktivitas politik Ganjar Pranowo di luar PDIP berbarengan dengan melemahnya tekanan internal PDIP terhadap Ganjar Pranowo. Tidak terdengar lagi serangan, baik dari Relawan Ganjar Pranowo terhadap PDIP maupun sebaliknya.
Dengan kata lain, dari indikasi dan riak politik belakangan ini, muncul hubungan “normal baru” dan keseimbangan baru antara PDIP dan Ganjar Pranowo. Menurut pendapat saya, undang-undang perimbangan baru ini belum menghasilkan keputusan akhir tentang calon resmi presiden dari PDIP. Namun setidaknya, keseimbangan baru ini dikaitkan dengan jangka waktu yang panjang di satu sisi dan kesempatan yang sama bagi Ganjar Pranowo untuk bersaing secara sehat dengan Puan Maharani di sisi lain.
Artinya, Ganjar Pranow diberi kesempatan untuk membuktikan dirinya sebagai calon presiden PDI-P yang layak hingga mendekati hari pemilihan. Namun, selama itu Ganjar Pranowo juga harus memantapkan dirinya sebagai kader yang baik dan patuh pada semua aturan internal partai.
Dengan kata lain, PDIP belum menuntaskan urusan Ganjar Pranowo dan Puan Maharani, karena PDIP belum mencapai keputusan final siapa yang akan diajukan sebagai calon presiden. Nampaknya yang dilakukan PDIP dan Ganjar Pranowo adalah membawa hubungan kedua partai ke tataran yang lebih matang dan ke ranah resmi partai melalui mekanisme politik internal partai.
Pilihan ini sangat positif, khususnya bagi PDIP sendiri. Konflik hubungan dengan Ganjar Pranowo selama ini tampaknya berpotensi mengganggu pemilu di satu sisi dan soliditas partai di sisi lain. Sikap negatif politisi senior partai terhadap Jangar Branovo selama ini berpeluang menimbulkan kebencian dari kader DPP yang bersimpati kepada Jangar Branovo, sehingga dapat mengganggu kemampuan elektoral dan soliditas partai.
Sehingga hubungan “new normal” ini akan saling menguntungkan. Ganjar Pranowo mendapat angin segar untuk terus berjuang sebagai capres resmi PDIP hingga 2024. PDIP juga sempat mencari titik temu yang saling menguntungkan selama dua tahun ke depan.
Namun, persoalan PDIP belum tuntas tuntas. Sebab hingga saat ini, kebimbangan politik masih menggantung di PDI-P. Di sisi lain, keinginan ketua partai untuk mendorong Puan Maharani tampaknya bukan hal yang remeh, meski tidak didukung oleh pernyataan pilihan ketua NPR.
Nama Puan Maharani tidak pernah muncul sebagai kandidat potensial dalam jajak pendapat politik manapun yang dilakukan lembaga survei dalam dua tahun terakhir. Namun, masih banyak perjuangan yang harus dilakukan, dan Megawati Soekarnoputri tampaknya masih percaya bahwa putrinya, Pawan Maharani, masih memiliki kesempatan untuk meningkatkan performa elektoralnya.
Tak bisa dipungkiri pula bahwa Puan Maharani memiliki kekuasaan yang nyaris penuh di PDIP, yang memberinya kesempatan untuk menghimpun suara sebanyak-banyaknya di dalam partai untuk mendukung pencalonannya dan menyisihkan calon-calon potensial lainnya.
Sementara itu, hal lain yang tidak bisa disangkal baik oleh Megawati Soekarnoputri maupun PDIP adalah elektabilitas Ganjar Pranow nyaris tidak berhenti sampai saat ini. Berdasarkan polling politik dua tahun terakhir, nama Ganjar Branovo selalu muncul di urutan teratas dengan skor elektabilitas yang sangat tinggi. Perolehan Janjar Prano seringkali lebih tinggi dari Anees Baswedan dan Prabowo Subianto.
Survei Indeks Politik yang dirilis awal Desember 2022 masih menempatkan Jangar Pranow di urutan pertama, disusul Anees Baswedan dan Prabowo Subianto. Kemampuan elektoral Ganjar Pranowo saat ini 25,9 persen, cukup jauh dari kemampuan elektoral Prabowo 16,1 persen. Survei Indeks Politik Indonesia dilaksanakan pada 30 Oktober hingga 5 November 2022. Jumlah responden survei sebanyak 1.220 orang dengan batas kesalahan survei ±2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Dinamika kedua fakta tersebut membuat PDIP semakin bingung menunjukkan sikap politiknya terkait siapa yang akan dicalonkan sebagai capres pada pemilu 2024. PDIP dihantui risiko kalah jika memaksakan Puan Maharani sebagai capres, mengingat elektabilitas Puan Maharani sangat rendah dibandingkan kandidat lainnya. Namun, di sisi lain, PDI Perjuangan seolah dihantui ketakutan akan hancurnya keluarga Sukarno di dalam partai jika Puan Maharani tidak diangkat.
Asumsi yang berkembang bahwa Jokowi dan Ganjar Pranowo berpeluang merebut kursi pimpinan di PDIP jika Ganjar Pranowo maju sebagai capres dan memenangkan pemilu 2024. Asumsi itu ditepis baik oleh Jokowi maupun Ganjar Pranowo.
Namun, kekhawatiran PDIP beralasan. Keluarga Sukarno selama ini menjadi pemersatu dan simbol ketangguhan PDIP. Majunya Puan Maharani merupakan pilihan yang sangat strategis bagi PDIP, terutama terkait integritas dan soliditas partai ke depan, setelah Megawati tidak lagi menjadi presiden. Sehingga ke depan, hingga Pilpres 2024, PDIP terseret pada pilihan sulit antara Puan Maharani dan Ganjar Pranowo.
Konsesi tingkat tinggi diperlukan untuk mendamaikan kedua pihak, baik Puan Maharani maupun Gangar Pranow. Intinya, bagi PDIP, pilihan untuk benar-benar mengembangkan Ganjar Pranowo harus berbarengan dengan konsesi tingkat tinggi terkait masa depan politik Puan Maharani dan keluarga Sukarno di PDIP. Dan relasi “new normal” ini merupakan salah satu strategi PDIP untuk mendapatkan konsesi setingkat Tuhan di satu sisi dan mencoba mengulur waktu untuk membangun elektabilitas Puan di sisi lain.
Namun, berkaca pada pengalaman politik tahun 2014, saya yakin pada akhirnya PDIP akan cenderung mengedepankan rasionalitas politik yang dibuktikan dengan hasil jajak pendapat dari lembaga-lembaga pemungutan suara yang berwibawa dalam menentukan siapa yang akan menjadi presiden resmi partai. kandidat Pilpres 2024.
Dikutip dari Kompas.com, Kamis 29 Desember 2022.