Radwan Al-Saidi, melarikan diri dari rezim baru, tetap lantang kepada penguasa

NanjombangNews – Radwan Al-Saidi, melarikan diri dari rezim baru, tetap lantang kepada penguasa

Redouane Saidi dikenal sebagai sosok kesetaraan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dihidupkan kembali oleh Rektor Universitas Paramadina, Prof. Dr. Didik J. Rashbeni, memori seorang ulama kemanusiaan asal Betawi, Radwan Al-Saeedi yang meninggal dunia pada Minggu (25/12/2022). Menurutnya, mendiang Radwan Al-Saidi merupakan sosok budayawan yang setara.

Didik mengatakan, saat masih menjadi mahasiswa tahun 1980-an dan belajar berorganisasi, Redouane Saidi sudah miskin sebagai anggota DPR PPP. “Saya mengenal beliau secara pribadi sebagai aktivis HMI dan saya berinteraksi secara terus-menerus selama minimal 2-3 tahun pada tahun 1983-1985 sebelum saya melanjutkan studi S2 dan S3. Dia dikabarkan orangnya datar, gaya bicaranya bernada kuat, tapi dia sangat lucu sambil mengolok-olok apa yang dia kritik dan siapa dia, “katanya dalam pernyataan tertulis. mengkritiknya.” Republika.co.idMinggu (25/12/2022).

Dalam dunia perpolitikan nasional, menurutnya suara Radwan al-Saidi sebagai anggota MPR saat itu sangat lantang, namun tak mampu mengubah peta politik rezim baru yang sangat kuat. . “Berbeda dengan kelompok 50 petisi yang langsung dimusnahkan rezim baru karena frontal tatap muka Dengan Soeharto, kecaman terhadap Bang Ridwan jauh lebih lembut dan dengan status resminya sebagai anggota DRC sehingga tidak ada indikasi penangkapannya sedikitpun.”

Menurut Didek, kekuatan oposisi tidak berarti apa-apa di tengah kekuatan politik otoriter saat itu. Namun, kritik yang dilontarkan memberikan pelajaran bahwa dalam demokrasi pasti ada suara lain yang berbeda dan bisa menjadi alternatif.

“Simbol kritik yang bergema di tingkat nasional adalah kepribadian Radwan Al-Saidi,” ujarnya.

Didik menyebut Radwan al-Saidi praktis berada di luar lingkaran kekuasaan sepanjang hidupnya dan tidak menyesal memainkan peran menentukan dalam kekuasaan itu. Menurutnya, Ridwan Saidi merupakan aktivis HMI lulusan Universitas Indonesia, dan telah menempa sejarah aktivisme yang sangat panjang seiring dengan perubahan besar di negeri ini. Mulai dari rezim lama, masa revolusi kudeta PKI dan rezim baru, yang merupakan masa transisi yang sulit bagi tumbangnya rezim baru, hingga masa demokrasi bebas.

Setelah hampir dua dekade reformasi, demokrasi kembali mengalami kemunduran. Menurut Didik, almarhum Radwan Al-Saidi berbicara secara terbuka agar pemerintah tidak berperan dalam menghadapi lawan politiknya.

“Menurut saya, sosok seperti Radwan al-Saidi diperlukan untuk menjaga demokrasi agar tidak tergelincir ke arah tirani,” ujarnya.

Kritik Radwan Al-Saidi tidak terbatas pada isu politik saja, tetapi juga isu pembangunan dengan mengatakan bahwa pemerintah mungkin memiliki rencana untuk memindahkan ibu kota ke daerah manapun. Namun dia meragukan langkah tersebut tidak akan tercapai karena tidak didukung oleh masyarakat. Jika pikiran jungkir balik tidak jelas dan terburu-buru, biasanya tidak akan berhasil.

Meski selalu kritis, menurut Didik, Ridwan Saidi juga bisa memuji pemerintah, dalam hal ini Joko Widodo sebagai Gubernur DKI Jakarta. Ridwan Saidi menyapa Gubernur Jokowi yang prihatin atas pembangunan Kampung Budaya Betawi di Seto Babkan, Jagakarsa, Jakarta Selatan.

“Pembangunan kampung Betawi sangat baik untuk melestarikan budaya Betawi yang mulai terancam keberadaannya. Di Singapura sendiri ada kampung Melayu yang dipertahankan,” jelas Didik.

Check Also

FIFA mengumumkan nominasi FIFA Best Football Awards 2022 |  Republica Online

FIFA mengumumkan nominasi FIFA Best Football Awards 2022 | Republica Online

NanjombangNews – FIFA mengumumkan nominasi FIFA Best Football Awards 2022 | Republica Online Piala Asia …