NanjombangNews – Yodo Margono dan Angin Segar Kedaulatan Maritim Indonesia
Timisendonesia, Jakarta Di awal pemerintahannya yang dimulai pada tahun 2014, Presiden Jokowi tegas dan berkomitmen untuk mewujudkan kedaulatan maritim Indonesia. Jokowi sangat menyadari bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia harus menjadi hub maritim dunia.
Betapa tidak, hal ini juga didukung oleh pergerakan gravitasi ekonomi dan geopolitik yang saat ini sedang mengalami pergeseran dari Asia Barat ke Asia Timur. Pergeseran ini menandai ruang penting bagi lahirnya Asian Century atau Abad Asia. Abad Asia merupakan kecenderungan terjadinya konsentrasi arus modal, investasi dan perdagangan di kawasan Asia, khususnya Asia Timur.
Tugas besar adalah menjadikan Indonesia sebagai pusat maritim dunia, seperti yang tertuang dalam piagam politik Jokowi, yakni Nawasita. Tujuannya agar Indonesia menjadi negara maritim yang kuat, berdaulat, sejahtera, dan berdaya. Oleh karena itu, salah satu pilar poros maritim dunia adalah pembangunan kekuatan pertahanan angkatan laut. Yakni, untuk melindungi wilayah laut Indonesia dari dominasi negara lain.
Namun, banyak pihak menilai Presiden Jokowi tidak serius menjadikan Indonesia sebagai hub maritim dunia. Khususnya untuk melindungi kedaulatan wilayah maritim Indonesia. Hal ini muncul dari tekad Panglima TNI yang tak pernah diisi dari dimensi angkatan laut selama dua periode pemerintahannya. Padahal dimensi maritim tentu menjadi penopang utama jika Indonesia ingin menjadi hub maritim dunia.
pergeseran geopolitik
Pengangkatan Laksamana TNI Yodo Margono sebagai Panglima TNI akhirnya menjawab semua kekhawatiran tersebut. Meski harus menunggu delapan tahun pada masa pemerintahan Presiden Jokowi, Angkatan Laut mengambil alih sebagai Panglima TNI. Pelantikan Laksamana Yodo tetap menjadi kabar baik bagi keseriusan menjaga kedaulatan maritim Indonesia.
Semua itu bukan tanpa alasan. Mewakili dimensi angkatan laut menjadi penting di dunia saat ini, apalagi jika kita melihat apa yang terjadi di Laut China Selatan atau Laut Natuna Utara dan kawasan Indo-Pasifik secara lebih luas. Gravitasi ekonomi dan geopolitik dunia sedang bergeser dari Barat ke Asia Timur. Pergeseran ini merupakan pertanda bahwa negara-negara Asia sedang bangkit. Pergeseran ini juga menciptakan geopolitik baru di kawasan Indo-Pasifik.
Situasi geopolitik ini juga ditandai dengan kecenderungan arus modal, investasi dan perdagangan terkonsentrasi di kawasan Asia, khususnya Asia Timur. China merupakan mesin ekonomi lintas kawasan yang membuat arus siklus ekonomi di sekitar Pasifik menguat sekaligus mendongkrak perekonomian di kawasan yang telah tergabung dalam Kawasan Ekonomi Pasifik. Situasi ini dikenal sebagai Tanduk Asia.
Dengan kecenderungan ekonomi global tersebut, Indonesia harus memiliki kebijakan strategis untuk menjadi kekuatan regional. Letak dan peran Indonesia yang strategis harus selalu diperjuangkan melalui berbagai gerakan ekonomi, politik, dan pertahanan yang terintegrasi dan terarah yang diarahkan sepenuhnya oleh kepentingan nasional jangka panjang. Oleh karena itu, diplomasi politik, diplomasi ekonomi, dan diplomasi keamanan harus dipadatkan dari satu pusat analisis dan pusat komando. Ketiganya merupakan komponen penting dari kerja geopolitik Indonesia. Sehingga kedepannya Asia Timur akan berubah menjadi kawasan ekonomi, politik dan pertahanan dimana Indonesia akan menjadi negara adidaya.
Letak strategis Indonesia menjadi penting, tidak hanya karena terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Indo-Pasifik), tetapi juga menjadi pendorong untuk mewujudkan visi Indonesia sebagai hub maritim dunia, pengendali jalur energi, perdagangan internasional dan sumber daya. dan mewujudkan impian Presiden Joko Widodo untuk membangun kekuatan pertahanan di luar lautan yang hampir kita lupakan.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, lebih dari 60% wilayah Indonesia terdiri dari wilayah laut dengan sumber daya alam yang melimpah. Dapat dikatakan bahwa wilayah Indonesia terbuka dan memiliki potensi ancaman yang sangat tinggi. Perairan teritorial Indonesia, sebagai jalur pelayaran internasional, membutuhkan jaminan keamanan bagi Indonesia untuk bekerja sama dengan negara-negara di India atau kawasan Asia-Pasifik untuk bersama-sama mencapai keamanan maritim. Jika Anda menggambar peta, 10 dari 20 negara dengan produk domestik bruto (PDB) tertinggi di dunia berada di kawasan Indo-Pasifik.
Kawasan Indo-Pasifik tentunya dapat didefinisikan sebagai kawasan kepentingan nasional. Negara dalam hal ini adalah aktor yang berperan menentukan dalam geopolitik darat dan laut. Dinamika semakin meningkat di kawasan Indo-Pasifik dengan banyaknya klaim dari beberapa negara di kawasan Laut China Selatan, seperti China, Filipina, Malaysia, Vietnam, Taiwan, dan Brunei Darussalam. Klaim teritorial yang terjadi juga didukung oleh perebutan sumber daya energi di wilayah tersebut. China telah menerapkan strategi zona abu-abu untuk mencoba memonopoli wilayah utara Laut Natuna. Situasi semakin riuh dengan hadirnya pasukan NATO pimpinan AS dan hadirnya sejumlah aliansi pertahanan seperti QUAD dan AUKUS membuat ketegangan dalam konflik semakin intens.
Angin segar
Dari perspektif Indonesia, kawasan Asia-Pasifik merupakan kawasan terbuka dan kawasan penting untuk kerjasama. Politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif menjadi dasar bagaimana geopolitik Indonesia. Kebijakan pertahanan Indonesia di kawasan Indo-Pasifik juga bergantung pada para pemimpin yang pada akhirnya memutuskan bagaimana Indonesia memainkan kebijakan luar negeri dan pertahanan melalui berbagai bentuk dan gaya diplomasi. Selama ini Indonesia aktif sebagai pihak yang terbuka untuk kerjasama, dan memandang bahwa semua negara dapat diajak bekerjasama sepanjang kedaulatan dan kepentingan nasional Indonesia tidak direndahkan atau dirugikan.
Terpilihnya Laksamana TNI Yodo Margono sebagai Panglima TNI memberikan angin segar agar kita bisa lebih fokus pada kekuatan angkatan laut kita. Walaupun mungkin hanya menjabat selama satu tahun, kami berharap Laksamana Yodo dapat menghasilkan peta jalan dan cetak biru dalam hal kekuatan dan aset pertahanan Indonesia yang diharapkan.
Pada akhirnya, lanskap geopolitik dan geomarik yang dinamis di kawasan Asia atau Indo-Pasifik menjadi perhatian yang harus diprioritaskan Indonesia karena terkait erat dengan kemungkinan mewujudkan visi Indonesia.
***
*) Disiapkan Oleh : Manajemen Pusat Astra Tandang / PMKRI.
*) Penulisan opini ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis, dan bukan merupakan tanggung jawab tim redaksi Timesindonesia.co.id
**) Salinan TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang skrip maksimum adalah 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan bio singkat dengan foto dan nomor telepon kontak.
**) Naskah dikirim ke alamat email: [email protected]
**) Redaksi berhak untuk tidak mempublikasikan opini yang disampaikan jika tidak sesuai dengan aturan dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru kali Indonesia di sebuah berita Google Klik link ini dan jangan lupa follow.