NanjombangNews – Kembali diputuskan untuk menambah 3 tahun
Jakarta, Indonesia – Sempat beredar isu pembentukan dewan kudeta konstitusional untuk memperjuangkan perpanjangan masa jabatan presiden 3 (tiga) tahun lagi.
Tokoh nasional Rizal Ramli mengungkapkan ada tiga skenario untuk mendukung perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo.
Yang pertama adalah dengan menggunakan “Big Data” dan “PollingRp” untuk membuat masyarakat mempercayai pemerintah.
Namun, Pang RR – sapaan akrab Rizal Ramli – menyebut rencana itu gagal. “Pakta melawan kawan-kawan prodemokrasi,” kata Rizal Ramli dalam akun Twitter pribadinya @RamliRizal yang diunggah di Jakarta, Jumat (23/12).
Kedua: Angkat “calon wayang”. Namun, ini juga gagal. “Selanjutnya, tampilkan ‘kandidat boneka’, ‘TikTok Prince’, tapi jangan dimunculkan,” katanya.
Sebulan kemudian dilaksanakan pembentukan Dewan Kudeta Konstituante untuk memutuskan menambah tiga tahun masa jabatan.
“Kudeta konstitusi diluncurkan 9 bulan lalu menggunakan trik ‘big data’ dan survei ‘sangat puas’. Solidaritas melawan kawan-kawan pro-demokrasi. Gagal! Selanjutnya, angkat calon boneka, Pangeran Tiktok – jangan angkat! A bulan lalu rapat Dewan Revolusi Konstitusi memutuskan Penundaan lagi +3 tahun!
Ekonom senior menunjukkan bahwa ada “pertemuan Dewan Revolusi Konstitusi”. Dia mengatakan, “Rapat Dewan Kudeta Konstitusi dihadiri oleh pejabat tinggi dan pemimpin bisnis di Pulau G yang memutuskan untuk membongkar kembali rencana perpanjangan mandat selama 3 atau 5 tahun, dengan mendukung ‘kembali ke UUD45’ melambai.” .
Dia mengatakan orkestra itu dilengkapi dengan partitur. Demikian pula pedagang yang membayarnya rela dan berlalu begitu saja.
Orkestra sudah siap, katanya, partitur telah dibagikan dan pedagang siap membayar.
Ekonom politik dan Direktur Jenderal Studi Ekonomi Politik dan Kebijakan (PEPS) Anthony Beaudewan mengungkapkan rencana penundaan pemilu dan mempertahankan masa jabatan Jokowi. Ini dilakukan baik dengan memperpanjang masa jabatan presiden atau dengan mengubah masa jabatan presiden dari dua menjadi tiga periode.
Semua itu, menurutnya, bertentangan dengan konstitusi, dan digolongkan sebagai kudeta konstitusional.
“Artinya Indonesia mengikuti beberapa negara di Afrika, mengancam demokrasi melalui kudeta konstitusional, mempertahankan kekuasaan, menuju negara yang otoriter dan otoriter,” kata Anthony.
Padahal, kata dia, Presiden Jokowi belum mendapatkan kepercayaan rakyat. Pasalnya, pemerintahan Jokowi telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang merugikan rakyat seperti UU Cipta Kerja Komprehensif, kenaikan BBM, undang-undang pidana baru, pelemahan sistem KPK dan sebagainya.
Karena itu, kata dia, alasan penundaan pilkada dan perpanjangan masa jabatan presiden harus ditinjau ulang.
Ini adalah skenario brutal. Seperti kompensasi masa jabatan akibat pandemi Covid-19, pembuatan keadaan darurat, atau kewenangan darurat, agar presiden bisa mengeluarkan PERPPU atau keputusan penundaan pemilu. Semuanya ilegal karena melanggar konstitusi.”
Dalam keterangannya, Jumat (16/12), Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP) Prof. Dr. Abdel Moati meminta elit politik tidak mundur dari skenario penambahan tiga masa jabatan presiden atau menunda pemilihan.
Pasalnya, hal tersebut jelas melanggar dan mengkhianati UUD atau UUD 1945 tentang batasan masa jabatan Presiden. ***