NanjombangNews – Survei LPI: Politik identitas akan meningkat pada tahun 2023, dan kedua faktor ini akan muncul
Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) merilis hasil survei bertajuk “Spektrum Potensi Ancaman Nasional 2023” di Jakarta, Jumat (23/12/2022). Kesimpulannya, tahun 2023 adalah tahun yang sulit dan kelam.
Pasalnya, tekanan dan potensi ancaman multidimensi tidak mudah, baik karena pengaruh faktor dari dalam maupun luar negeri. Salah satunya terkait dengan politik identitas.
“Tahun 2023 akan menjadi tahun yang penuh tantangan. Mengingat potensi krisis ekonomi global sebagai dampak lanjutan dari perang Rusia-Ukraina, ketidakstabilan pasar keuangan, meningkatnya inflasi global, risiko stagflasi dan ancaman ketidakstabilan nasional, kata Direktur Bonnie Hargins, direktur eksekutif di LPI.
Kesimpulan ini didasarkan pada visi yang jelas dari rata-rata intelektual tentang empat indikator yang akan terjadi pada tahun 2023.
Baca juga:Survei LPI: Panglima TNI Yudo Margono Diyakini Mampu Atasi Separatisme di Papua yang Diperkirakan Meningkat Intensitasnya pada 2023
Pertama: Indikator stabilitas dan risiko penurunan ekonomi. Mayoritas responden berpendapat bahwa pada tahun 2023, gelombang resesi ekonomi kemungkinan akan mempengaruhi ketahanan perekonomian nasional.
“Dari hasil survei tersebut, 27,83 persen yakin dan 29,17 persen sangat yakin akan adanya ancaman resesi. Sedangkan 37,52 persen yakin dan 15,59 persen cukup yakin situasi nasional akan memburuk pada 2023,” kata Boni.
Indikator kedua adalah politik identitas yang diyakini responden akan meningkat pada tahun 2023 yaitu sebesar 67,75% (percaya diri dan sangat percaya diri).
Ia menambahkan, “Alasan politisasi agama pada tahun 2023 setidaknya disebabkan oleh dua faktor, yaitu ideologi dan politik. Untuk faktor ideologis sebesar 31,8 persen, dan persentase tertinggi kedua adalah politik, sebesar 28,33 persen.”
Ketiga, dimensi ancaman kekerasan horizontal dan separatisme di Papua. Penilaian terbesar responden yang meyakini kemungkinan terjadinya kekerasan di kalangan pendukung partai pada tahun 2023 adalah 36,75%.
Baca juga:Akankah dia maju sebagai Ketua Umum, AHMED SAHRONI: Akankah HDCI beralih ke kebijakan kelompok tertentu?
Mengenai kemungkinan pecahnya kekerasan di kalangan pendukung capres/Capres pada tahun 2023, rating tertinggi responden yang meyakini kemungkinan tersebut akan muncul adalah 31,50 persen.
“Para responden juga meyakini separatis Papua masih akan hadir pada 2023. Yang meyakini masih akan muncul adalah 27,90 persen,” kata Boni.
Keempat: Ancaman cluster terorisme dan ideologi. Mayoritas responden percaya bahwa ancaman tetap ada.
Ia menambahkan, 34 persen responden benar-benar yakin akan ada ancaman teroris sebelum awal tahun 2022.
Sementara itu, responden menilai prevalensi pemikiran radikal berbasis agama akan meningkat secara signifikan pada tahun politik 2023 dan sebelum 2024, sebesar 28%.
Bonnie menduga bahwa semua ancaman ini diharapkan muncul pada saat yang bersamaan.
“Para pembantu presiden menghadapi tantangan dalam pemikiran strategis, kepemimpinan yang efektif, dan kebijakan yang tepat,” ujarnya.
Survei ini dilakukan sejak 5 Desember hingga 16 Desember 2022 dengan menjaring pendapat kaum menengah intelektual melalui Google form, email, WhatsApp, Zoom, dan wawancara tatap muka.
Jumlah sampel dalam survei ini adalah 900 dosen/pakar, peneliti, anggota LSM/LSM dan aktivis/seniman. Standar deviasi survei adalah 0,4 dengan margin kesalahan sekitar 2 persen pada tingkat kepercayaan 98 persen.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster sampling dimana analisis dilakukan terhadap sampel yang dipesan dan dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Parameter spesifik ini dapat berupa demografi, latar belakang, atau atribut lain yang dapat menjadi fokus penelitian. [Antara]