NanjombangNews – Peneliti HCC Dr.
Manado – Dalam momentum Hari Ibu 2022 yang mengusung slogan Protected Women, Empowered Women.
Peneliti Health Cooperative Center (HCC) dan Dosen Kedokteran Kerja FKUI Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi MKK menegaskan, perlindungan khusus terhadap hak kesehatan pekerja di Indonesia perlu terus dikawal.
“Apalagi dengan momentum positif terkait RUU Kesehatan Ibu dan Anak yang akan segera disahkan oleh pemerintah,” ujarnya.
Menurut Dr Ray, RUU Kesehatan Ibu dan Anak merupakan angin segar untuk melindungi hak-hak kesehatan pekerja perempuan, namun RUU tersebut menghadapi beberapa tantangan dalam implementasinya, terutama terkait dengan usulan kebijakan dan dukungan cuti hamil 6 bulan. untuk menyusui di tempat kerja.
“Melalui banyak pemberitaan di media, sejak RUU Kesehatan Ibu dan Anak resmi disahkan oleh DRC, pemilik usaha mulai bereaksi karena kemungkinan ada tambahan biaya pembiayaan terkait cuti melahirkan yang lebih lama. komunikasi.
Ia menjelaskan bahwa cuti hamil 6 bulan sebenarnya merupakan investasi karena beberapa penelitian, termasuk penelitian kami sendiri di Departemen Kedokteran Kerja FKUI, telah menunjukkan bahwa cuti hamil 6 bulan berhubungan positif dengan peningkatan produktivitas kerja perempuan.
“Jadi ini bukan biaya, tapi realitanya pemilik tempat kerja harus diberikan justifikasi yang praktis dan terbukti secara klinis berdasarkan bukti dunia nyata,” kata Dr Ray, dokter lulusan FK Unsrat.
Tugas terbesar penegakan hukum KIA tentu saja komunikasi dengan pengusaha. Menurut Dr. Ray, sebaiknya pemerintah menggunakan cara komunikasi yang lebih modern, yakni dengan menyajikan hasil kajian secara ekonomi kesehatan atau health economics.
Cara ini akan lebih efektif karena merasionalkan investasi cuti selama 6 bulan akan memberikan dampak yang menguntungkan bagi pemberi kerja dan tidak menjadi beban keuangan karena gaji dianggap dibayarkan meskipun tidak bekerja.
“Konsep pembuktian ilmiah efektifitas cuti 6 bulan dapat dilaksanakan dengan menggunakan model kohort retrospektif yaitu melihat perusahaan yang telah menerapkan kebijakan tersebut dan menghitung standar produktivitas dan capaian kinerja bagi karyawan atau pekerja yang kembali bekerja setelah cuti 6 bulan, dibandingkan dengan yang cuti 6 bulan hanya 3 bulan,” jelas doktor lulusan Ansrat Manado ini.
Sebagai peneliti kedokteran okupasi, Dr. Ray melanjutkan bahwa HCC yakin metode ini akan memberikan proof-of-concept yang kuat dalam teori dan studi aplikasi dunia nyata di negara maju.
“Tentunya cuti 6 bulan dapat meningkatkan produktivitas pekerja wanita dibandingkan cuti 3 bulan saja,” ujar Dr. Ray yang kerap memberikan edukasi melalui akun Instagram @ray.w.basrowi.
Untuk itu, Pusat Koperasi Kesehatan merekomendasikan agar kerjasama segera digiatkan dengan industri, akademisi atau universitas untuk mulai mengerjakan penelitian klinis aplikasi terkait kedokteran kerja serta melakukan kajian ekonomi kesehatan terkait cuti 6 bulan dan kebijakan untuk melindungi hak kesehatan pekerja.
Inti dari rekomendasi ini hanyalah untuk mencari jalan tengah yang menguntungkan semua pihak, tidak hanya pekerja tetapi tentu saja industri dan pemilik usaha. Studi model kelompok retrospektif atau model evaluasi program dapat menghasilkan hasil yang cepat yang segera dilaporkan ke publik.
Begitu juga dengan aspek analisis ekonomi kesehatan. Pemilik tempat kerja membutuhkan semacam otoritas hukum berbasis ilmu pengetahuan agar skema kompensasi setelah liburan 6 bulan tetap menjadi investasi bagi perusahaan. (Rumor Fernando)
Tampilan setelah:
10